SUMUR PENAMBANG



 
SUMUR TRADISIONAL DISTRIK LEDOK CEPU
Ternyata aktifitas penambangan minyak di daerah Cepu, khususnya Ledok sudah sejak lama ada, penambangan ini di mulai di saat Pemerintahan Indonesia di kuasai oleh Pemerintah Kolinial Belanda, kira-kira abad ke-19 tepat pada tahu 1890.
Semenjak Belanda hengkang dari Cepu dan RI merdeka, pemerintah indonesia masih belum tertarik untuk mengurusi penambangan minyak peninggal Belanda. sedangkan pihak Belanda sendiri tidak rela sumur penambangan minyak di Cepu tersebut untuk di kelola oleh pemerintah Indonesia maupun penduduk sekitarnya, sehingga pemerintah menutup, menimbum dan merusak instalasi pengeboran minyak, sebelum Belanda hengkang dari Cepu. Oleh karena itu hanya sebagian saja sumur penambangan peninggalan belanda yang bisa dimanfaatkan dan sumur-sumur yang telah rusak hanya meninggalkan pipanya yang cukup banyak. bahkan pembangunan di Cepu pipanya di ambil dari bekas pipa sumur penambangan minyak di Ledok
Ladang minyak pusat penambangan minyak mentah tidak terlalu dari pemukiman warga, tapi ada juga sebagian letaknya sedikit masuk ke hutan jati. Para penambang di Ledok menggunakan cara yang tradisional dalam penambangan minyak mentah yaitu dengan menarik timba berisi minyak dari sumur-sumur dengan kedalam ratusan meter dengan menggunakan kawat baja dengan menggunakan tenaga manusia, tapi ada juga yang sudah menggunakan teknologi yaitu dengan menggunakan mesin truk. Rata-rata mereka sudah generasi ketiga.
Sebelumnya penambangan murni dikelola oleh para kepala desa dengan melibatkan warga setempat untuk kemakmuran warga setempat, hasil penambangan minyak mentah mereka dijual ke pertamina, dari pertamina di jual ke operator migas dengan jumlah yang besar. bahkan warga setempat sudah bisa menyuling minyak mentah sampai menjadi minyak tanah.
semenjak 1 April 1988, penambangan di kelola oleh koperasi kokapraya yang bekerja sama dengan pertamina. tapi dengan kebaeradaan koperasi ini para penambang tidak malah beruntung tapi malah buntung, karena adanya monopoli yang dilakukan oleh pertamina, sehingga harga 1 liter mentah sebesar Rp.800,- sama dengan Rp.127.200,- per barrel. padahal di penambangan Prabu Mulih Sumatera harga 1 drum minyak mentah seharga Rp.360ribu.Akibatnya banyak dari penambang yang menjual langsung ke konsumen seharga Rp.1.500,-  per liternya, tapi ada juga yang langsung mengolah minyak mentah mereka untuk disuling menjadi bensin, minyak tanah dan solar kotor.
Apalagi besarnya biaya produksi penambangan baik menggunakan mesin truk angat tinggi akibat kenaikan BBM, oleh itu banyak penambang beralih menggunakan tenaga manusia (cara tradional), hasil penambangan dengan tradisional dalam 12 jam penambang bisa mendapatkan 7-8 rit (1 rit = 5000liter) kalau sumur minyak meluap sampai 15 rit yang dikerjakan oleh 6-7 orang. tapi tetap saja hasil produksi yang dapatkan masih belum sepadan dengan biaya produksi yang di keluarkan, apalagi jika hasil penambangan dijual ke pertamina. Akibatnya banyak dari mereka menjual sumur-sumur penambangannya dengan harga mulai dari 3juta sampai 12juta tergantung besarnya potensi minyak yang terkandung didalam sumur tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERALATAN-PERALATAN DI STASIUN PENGUMPUL

PENGGUNAAN ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP)

STASIUN PENGUMPUL UTAMA